Kamis, 21 Agustus 2014

tugas 2



NAMA                      : Annisa Fitry
KELAS                     : 4EB23
NPM                          : 29210560

KASUS LETTER OF CREDIT


·         Ringkasan Kasus PT Selalang(slulung) Prima Internasional
Kasus L/C bodong PT Selalang(slulung) Prima Internasional, yang dimiliki oleh mister Misbakun, bisa berkembang menjadi kasus pembobolan Bank Century dan penggelapan duit talangan PMS LPS (Penyertaan Modal Sementara dari Lembaga Penjaminan Kredit ). Investigasi dari Majalah Tempo minggu ini ( Majalah Tempo Edisi :02/39,8 Maret 2010) berhasil melacak perjalanan akal akalan PT Selalang untuk mendapatkan fasilitas perbankan dari Bank Century. Laporan investigasi ini menurut saya berhasil menunjukan bukan saja permainan busuk PT Selalang untuk mendapatkan LC dari Bank Century, tetapi juga sepak terjang Misbakun cs.
Dari beberapa milis saya mendapatkan informasi yang konon berasal dari raw version audit investigasi BPK. Berdasarkan informasi itu cukup mengagetkan karena PT Selalang tidak saja berhasil mendapatkan fasilitas LC dari Bank Century tetapi mendapatkan juga dana talangan PMS dari LPS. coba lihat rinciannya :
PT Selalang Prima International
a.       Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit (L/C) dan konfirmasi dengan pihak terkait diketahui hal-hal sebagai berikut :
PT Selalang Prima International merupakan perusahaan yang bergerak usaha perdagangan dan didirikan pada tanggal 2 November 1999 sesuai Akte Notaris No. 3 dengan pemilik Mukhamad Misbakhun dan Franky Ongko Wardoyo dengan jumlah kepemilikan masing-masing 99% dan 1%. Sedangkan pengurus PT Selalang Prima International yaitu Franky Ongko Wardoyo sebagai Direktur dan Mukhamad Misbakhun sebagai Kornisaris.
Berdasarkan liasil pemeriksaan diketahui bahwa PT Selalang Prima lnternational memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century dimana L/C yang diberikan didasarkan kepada instruksi dari Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century) dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century) sesuai keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata.
b.      Fasilitas Letter of Credit (L/C) yang diberikan kepada PT Selalang Prima lnternational adalah L/C No. 0474LC07B sebesar USD22.5 juta dengan jaminan (margin deposit) berupa deposito sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari plafond L/C). Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor Bentulu Condensate dari Grains and lndustrial Products Trading PTE, Ltd. (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. GRIP S07-4955-1807 tanggal 23 November 2007 dengan Bank Penjamin (Negotiating Bank) adalah—National Cornmercial Bank (NCB), Jeddah dan Bank Koresponden adalah Saudi National Commercial Bank (SNCB), Bahrain;
c.       Pemberian fasintas L/C tidak didukung oleh analisa dan prosedur yang komprehensif, khususnya kemampuan/kondisi keuangan perusahaan, namun L/C tersebut telah rnendapat persetujuan dari Komite Kredit, baik Komite Kredit Cabang (Kabag Operasional dan Kepala Cabang), Komite Kredit Wilayah (Kakanwil) dan Komite Kredit Pusat yaitu Direksi (Hermanus Hasan Muslim dan Hamidy) dan Komisaris (Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa). Perjanjian Kredit telah ditandatangani secara notariat termasuk pengikatan jaminan (gadai deposito) sebesar USD4.5 juta pada tanggal 22 November 2007. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedornan Pelaksanaan Kredit Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005.
d.      Bank Century telah menempatkan jaminan (deposit) pada SNCB, Bahrain sebesar USD50 juta berupa US Treasury Strips dengan ISIN US9l2803BD41 dalam rangka pembukaan L/C untuk PT Selalang Prima International. Jaminan (deposit) Bank Century kepada Bank SNCB, Bahrain tersebut tidak sebanding dengan janminan (deposit) L/C yang diberikan oleh Debitur sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari plafond L/C). Jaminan sembilan debitur lainnya yang mendapat fasilitas L/C dari Bank Century juga berkisar 5% – 20% dari plafond L/C;
e.       Realisasi penggunaan L/C tersebut adalah sebesar USD22,499,964.63 yang jatuh tempo tanggal 19 November 2008 sesuai surat konfirmasi dari The Bank of New York Cabang Singapore tanggal 28 November 2007;
f.       Pada saat jatuh tempo L/C tanggal 19 November 2008, PT Selalang Prima International tidak mampu membayar kewajiban L/C sehingga Bank Century melakukan eksekusi jaminan deposito sebesar USD4.5 juta. Pada tanggal 24 November 2008, Bank Century dan PT Selalang Prima International melakukan restrukturisasi L/C tersebut dengan melakukan pembayaran sebesar USD1.5 juta sehingga nilai outstanding L/C tersebut sebesar USD16.5 juta (USD22.5 juta – USD4.5 juta — USD1.5 juta);
g.      Jaminan Bank Century berupa US Treasury Strips sebesar USD50 juta yang ditempatkan di SNCB, Bahrain tersebut pada akhirnya dijual dengan nilai penjualan sehesar USD24,62l,500 atau 49,243% dan digunakan untuk pelunasan L/C PT Selalang Prima International sebesar USD22,499,964.63 sedangkan sisanya ditransfer ke rekening Nostro Bank Century di Standard Chartered Bank. New York.
Penjualan US Treasury Strips tersebut mengakibatkan terjadi kerugian yang harus ditanggnng oleh Bank Century sebesar USD25,378,500 (USD50,000,000 — USD24,62l,500) atau ekuivalen Rp275.089 juta dan pada akhirnya membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.
h.      Bank Century juga telah melakukan penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima International tersebut sebesar USDI6.5 juta atau ekuivalen sebesar Rp179.850 juta posisi 31 Desember 2008 dan pada akhirnya membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, porsi PMS yang digunakan untuk menutup kerugian Bank Century dan fasilitas L/C PT Selalang Prima International adalah sebesar Rp454.939 juta, terdiri dari:
* Kerugian atas penjualan US Treasury Strips untuk pelunasan L/C kepada NCB, Jeddah sebesar USD25,378,500 atau ekuivalen Rp275.089 juta;
* Penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima International sebesar USD 16.5 juta atau ekuivalen Rp179.850 juta.


·         Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
-        Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
-        Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
-        Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
-        Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group
-        Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
-        Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
-        Skim : Usance L/C

·         Kronologi :
a.       Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
b.      Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
c.       Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
d.      Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
e.       Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.

Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ?
Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.



·         Alur Transaksi Letter of Credit
Sebelum lebih jauh membahas mengenai kasus BNI, terlebih dahulu akan diuraikan sistematika alur transaksi dalam L/C sebagai berikut :
Dari gambar tersebut, berikut diuraikan alur L/C, barang dan uang sbb :
a.       Eksportir dan Importir menandatangai kontrak jual beli barang.
b.      Importir/pemohon/applicant mengajukan aplikasi pembukaan L/C kepada Bank Pembuka
c.       Bank Pembuka menerbitkan L/C dan mengirimkannya melalui korespondennya dinegara eksportir (yang yang menerima disebut Bank Penerus/Advising Bank)
d.      Bank Penerus meneruskan L/C melalui banknya beneficiary/penerima L/C.
Banknya beneficiary meneruskan L/C kepada beneficiary
e.       Beneficiary menyiapkan barang untuk kemudian mengapalkannya dengan tujuan ke negara importir sesuai kontrak yang disepakati
f.       Eksportir kemudian menyerahkan dokumen ekspor, lazimnya terdiri dari Wesel/Bill of Exchange, Bill of Lading, Commercial Invoice, Packing List dan dokumen lain yang dipersyaratkan L/C dan Bank Penegosiasi memeriksa kelengkapan dan kesesuian dokumen dengan L/C dan membayarkan senilai wesel yang diserahkan
g.      Bank Penegosiasi mengirimkan dokumen-dokumen yang sudah dinegosiasi kepada Bank Penerbit untuk mendapatkan pembayaran
h.      Bank Penerbit membayarkan kepada Bank Penegosiasi
i.        Bank Penerbit menyerahkan dokumen tersebut kepada pemohon untuk kemudian pemohon mengambil barang dari pelabuhan. 

·                     Solusi
            Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar